Sabtu, 28 Juni 2014

KONFLIK ANTAR SUKU DI INDONESIA






Dalam hidup berbangsa, pembangunan konsensus seringkali tidak mudah dicapai. Konflik adalah produk dinamika hubungan antarkelompok, sama halnya dengan konsensus. Konflik dan konsensus muncul bergantian dan sekaligus menandai dinamika hubungan antar kelompok di dalam masyarakat.
Umumnya, konflik termanifestasi ke dalam dua bentuk. Pertama, konflik yang berlangsung damai tanpa menyita cost material dan spiritual seperti kerusuhan, kehilangan jiwa, cedera fisik, terputusnya hubungan antarkeluarga dan sejenisnya. Konflik semacam ini sifatnya negosiatif dan justru inheren bahkan dianjurkan dalam kehidupan bernegara, terutama dalam praktek-praktek demokrasi liberal. Kedua, konflik yang berwujud vandalistik dan violence. Konflik-konflik seperti ini yang kerap menggelisahkan mayoritas masyarakat dan para pemimpin Indonesia.

Beragamnya suku di Indonesia terkadang melahirkan sebuah peperangan yang biasa kita sebut dengan perang antar suku. Alasan peperangan itu sangatlah bermacam-macam. Menurut badan riset, data suku-suku yang ada di Indonesia mencapai kurang lebihnya lebih dari 300 kelompok suku atau etnik. Jumlah suku bangsa yang mencapai ratusan inilah pada kenyataannya memang sangat rentan akan terhadap sebuah konflik. Dan perang antar suku pun pada akhirnya menjadi suatu hal perstiwa yang memang tidak bisa dihindarkan lagi. Dari sekian banyak suku di Indonesia, suku Jawa adalah kelompok suku yang paling besar dengan mencapai jumlah 41% dari total populasinya.
Suku-suku terpencil di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi yang kecil yang beranggotakan ratusan orang saja. Banyak atau sedikitnya kelompok suku ternyata berpengaruh terhadap perang antar suku tersebut. Konflik merupakan hal atau masalah yang lazim atau biasa terjadi di lingkungan masyarakat. Dimana lagi-lagi perbedaan menjadi latar belakang yang mendasar dalam setiap konflik perang antar suku di Indonesia.
Perang antar suku di Indonesia yang sempat menarik perhatian dan perbincangan ini adalah perang yang dilakukan antara Suku Dayak dan Suku Madura. Dengan timbulnya peperangan antara Suku Dayak dan Suku Madura ini banyak menimbulkan pergeseran moral tentang seharusnya bagaimana manusia saling menghargai dengan adanya perbedaan tersebut. Pada saat itu nyawa bukanlah harga mati dan mahal untuk diperjuangkan, melainkan pemenggalan terhadap kepala-kepala manusia waktu itu menjadi bukti kebencian, seolah hal itu sudah membutakan mata hati nurani manusia-manusia Indonesia saat itu. Dimana perang antara kedua suku ini sungguh amat mengerikan dan tidak layak untuk bangsa Indonesia ini yang mana negara ini bermayoritaskan agama Islam tetapi aqidah-aqidah dalam Islam tidak pernah diterapkan dalam diri manusia-manusia itu dan lingkungannya. Bahkan aqidah saat itu pun sudah tidak ada lagi karena setan yang merasuki manusia begitu keji dan jahat sehingga tega melakukan hal seperti itu terhadap sesama manusia.
Perang yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura memang telah lama berlalu, namun kini telah menorehkan luka mendalam bagi keluarga-keluarga yang menjadi korban kebiadapan manusia saat itu dan juga meninggalkan kesan mendalam yang mengerikan bagi masyarakat kedua suku tersebut. 

B. Perang Antar Suku - Pertikaian Suku Dayak dan Suku Madura 

Setidaknya sudah terjadi dua kali kerusuhan besar antara Suku Dayak dan Suku Madura, yaitu pada peristiwa Sampit (2001) dan di Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan besar ini meluas sampai keseluruh wilayah Kalimantan dan berakhir dengan pengusiran ribuan warga Madura yang hingga mencapai 500-an jiwa. Perang kedua suku ini telah menjadi masalah sosial yang me-nasional.
Berikut empat hal mendasar yang menjadi penyebab terjadinya perang ke dua suku ini,
yaitu : 
1.    Perbedaan Budaya Antara Suku Dayak dan Suku Madura
Perbedaan budaya seperti inilah yang menjadikan alasan mendasar mengapa perang antar suku ini bisa terjadi. Masalah yang terjadi antara Suku Dayak dan Madura terbilang sangat sederhana, karena ada keterkaitan dengan kebudayaan, maka terjadilah hal seperti itu.
Misalnya seperti permasalahan senjata tajam, bagi Suku Dayak senjata tajam sangatlah dilarang untuk dibawa ke tempat umum. Menurut mereka apabila ada sesorang membawa senjata tajam ditempat umum sekalipun dia hanya bertamu tetap saja dianggap sebagai ancaman atau ajakan untuk berkelahi. Lain halnya dengan Suku Madura mereka biasa menyelipkan senjata tajam itu kemana saja dan hal seperti itu lumrah di daerah kelahirannya di Madura. Menurut Suku Dayak senjata tajam bukanlah untuk melukai sesorang apabila hal tersebut sampai tejadi maka hukum adat pun berlaku bagi pelakunya.
2.       Perilaku yang Tidak Menyenangkan
Bagi suku Dayak mencuri barang seseorang dalam jumlah banyak adalah hal yang tidak masuk akal, apabila dilanggar pemilik barang tersebut akan sakit dan meninggal. Sementara orang Madura seringkali terlibat kasus pencurian dengan korbannya suku Dayak. Pencurian seperti inilah yang menjadi pemicu polemik perang antar suku tersebut.
3.       Pinjam Memimjam Tanah
Kali ini masalahnya masih berkaitan dengan adat-istiadat atau kebiasaan. Di dalam suku Dayak membolehkan pinjam meminjam tanah adalah hal yang tanpa pamrih. Dengan kepercayaan lisan orang suku Madura dibolehkan untuk menggarap tanah tersebut, namun seringkali orang Madura menolak mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan karena merekalah yang menggarap tanah tersebut selama ini.
Di dalam suku Dayak hal seperti ini disebut dengan balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan, maka terjadilah perang yang tidak bisa dihindari lagi oleh ke dua belah pihak suku tersebut. 
4.       Ikrar Perdamaian yang Dilanggar
Dalam suku Dayak ikrar perdamaian harus bersifat abadi. Pelanggaran akan dianggap sebagai pelecehan adat sekaligus menyatakan permusuhan. Sementara orang Madura melanggar ikrar perdamaian, dan lagi-lagi hal seperti inilah yang memicu konflik antar ke dua suku.





C. Perbedaan Stereotipe


Stereotipe itu sendiri adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang.

Setiap suku tentu memiliki adat-istiadat dan kebiasaan tertentu yang beragam. Keanekaragaman tersebut tentu memabawa dampak dan kosekuensi sosial yang beragam pula. Jika hal ini tidak dapat disikapi dengan baik maka perbedaan tersebut justru akan terus manjadi faktor utama penyebab terjadi perang antar suku.
Contoh yang sangat nyata yang dapat kita lihat adalah stereotipe orang Madura yang identik dengan watak kasar dan keras. Yang sering menyelesaikan masalah dengancarok, mengakhiri sengketa dengan duel maut yang berujung kematian. Latar belakang penyebab adalh dendam dan kerabat atau keluarga yang terluka.

D. Unsur-unsur Pembentuk Identitas Nasional

Identitas nasional merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu:

·                     Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan yang bersifat ada sejak lahir, yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin.  
·                     Agama
Sesuai dengan fundamental falsafah Indonesia yakni Pancasila, sila pertama "Ketuhanan yang Maha Esa" dalam sila ini terkandung bahwa Negara kita didirikan atas dasar agama dan warga negaranyapun wajib memilih 1 diantara 5 agama yang ada di Indonesia.
·                     Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk berkelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya.
·                     Bahasa
Di Indonesia terdapat beragam bahasa beserta logatnya. Kita ingat dengan peristitwa histories pada tahun 1928 golongan pemuda Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan melalui peristiwa historis yang disebut sumpah pemuda.

sumber : http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/01/konflik-suku-dayak-dan-madura.html

KERUKUNAN BERAGAMA





 Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama. Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh.
Macam-Macam Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
  • Kerukunan antar pemeluk agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan sesama penganut Kristen.
  • Kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
Bagaimana Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
  • Menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama, baik sesama antar pemeluk agama yang sama maupun yang berbeda.Rasa toleransi bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misal, perijinan pembangunan tempat ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah waktunya. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat beragama di Indonesia.
  • Selalu siap membantu sesama. Jangan melakukan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas untuk membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama.
  • Selalu jagalah rasa hormat pada orang lain tanpa memandang agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu berbicara halus dan tidak sinis. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
  • Bila terjadi masalah yang menyangkut agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin tanpa harus saling menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan tidak merugikan pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua pihak.
  •  Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyelenggarakan Workshop Koordinasi Harmonisasi Sosial dengan tema ”Optimalisasi Kerukunan Umat Beragama Dalam Pluralisme Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Selasa (22/11) di Ruang Rapat Lantai 6 Kemenko Polhukam, Jakarta.
  •  Acara yang dihadiri oleh kalangan birokrat, akademisi, TNI, Polri, dan Mahasiswa ini secara resmi dibuka oleh Sesmenko Polhukam Letjen TNI Dr. Hotmangaradja Pandjaitan. Dalam sambutannya Sesmenko Polhukam mengatakan Salah satu yang menjadi penyebab tidak terjadinya penghormatan dan penghargaan atas keberagaman adalah kuatnya pemahaman fundamentalisme di tingkat individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan bernegara.
  •  Menurut Sesmenko Polhukam, Indonesia memiliki potensi menghadapi masalah global yaitu konflik fundamentalisme dan anti pluralisme yang terjadi di beberapa wilayah.Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama di masyarakat masih kurang memadai. Kehidupan beragama pada sebagian masyarakat baru mencapai tataran simbol-simbol keagamaan dan belum sepenuhnya bersifat substansial.
  •  Sesmenko Polhukam mengharapkan pertemuan ini dapat memformulasikan pemikiran-pemikiran konstruktif yang dilandasi nilai-nilai kebangsaan sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk meningkatkan kerukunan hidup beragama dan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, untuk mewujudkan masyarakat yang bermoral, beretika, berbudaya dan beradab.
  • Workshop menghadirkan beberapa narasumber yakni Drs. H.A. Syafii Mufid, MA (Peneliti Utama Kemenag), Khamami Zada, MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Dr. Kadarmanto Hardjowasito (Dosen Sekolah Tinggi Teologi). Sebagai moderator adalah Laksma TNI. Christina M Rantetana, S.K.M., M.P.H. (Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam).
Pada kesempatan tersebut Drs. H.A. Syafii Mufid, MA, mengatakan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia masih menyisakan sejumlah problem. Ada sekelompok kalangan umat beragama masih sangat bersemangat melakukan penyiaran agama kepada orang yang sudah memeluk agama. Pendirian rumah ibadat di wilayah pemukiman mayoritas penduduk beragama yang berbeda dipandang sebagai ancaman. Kasus perselisihan disebabkan oleh pendirian rumah ibadah terjadi di hampir seluruh kawasan Indonesia.
Syafii menambahkan kedua problem tersebut memiliki akar ajaran agama (teologis), di mana kedua kitab suci memang memberikan legitimasi untuk penyiaran atau dakwah agama. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan, program, kegiatan dan pendaan yang sangat besar sejak era orde baru hingga sekarang untuk membangun kerukunan umat beragama, tetapi karena kedua faktor tersebut masih kuat maka hasilnya konflik antarumat beragama masih merupakan sesuatu yang laten.
WADAH KERUKUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA Pada awalnya wadah tersebut diberi nama Konsultasi Antar Umat Beragama, kemudian berubah menjadi Musyawarah Antar Umat Beragama. Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
  1. Kerukunan antar umat beragama.
  2. Kerukunan intern umat beragama.
  3. Kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Usaha memelihara kesinambungan pembangunan nasional dilakukan antara lain:
  1. Menumbuhkan kesadaran beragama.
  2. Menumbuhkan kesadaran rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap Pancasila dan UUD 1945.
  3. Menanamkan kesadaran untuk saling memahami kepentingan agama masing-masing.
  4. Mencapai masyarakat Pancasila yang agamis dan masyarakat beragama Pancasilais.
Usaha tersebut pada prinsipnya:
  1. Tidak mencampuradukan aqidah dengan bukan aqidah.
  2. Pertumbuhan dan kesemarakan tidak menimbulkan perbenturan.
  3. Yang dirukunkan adalah warga negara yang berbeda agama, bukan aqidah dan ajaran agama.
  4. Pemerintah bersikap preventif agar terbina stabilitas dan ketahanan nasional serta terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.
masa kini, keserasian dan kerukunan hubungan antarumat beragama di Indonesia, dipersoalkan. Pasalnya di beberapa daerah di Indonesia, terjadi kerusuhan bernuansa agama. Kerusuhan bernuansa agama yang memfenomena di tanah air, telah menghapus citra Indonesia sebagai negeri beraneka agama yang serasi dan rukun.
Dalam tahun-tahun belakangan ini semakin banyak didiskusikan mengenai kerukunan hidup beragama. Diskusi-diskusi ini sangat penting, bersamaan dengan berkembangnya sentimen-sentimen keagamaan, yang setidak-tidaknya telah menantang pemikiran teologi kerukunan hidup beragama itu sendiri, khususnya untuk membangun masa depan hubungan antaragama yang lebih baik–lebih terbuka, adil dan demokratis.
Meski bukan tema baru dan sudah sering dibahas pada diskusi, seminar, konferensi, maupun di artikel atau buku, tetapi persoalan kerukunan umat beragama senantiasa perlu kembali disegarkan dan terus-menerus disosialisasikan. Penyegaran dan sosialisasi itu disebabkan konflik antarumat beragama dan intern umat beragama di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, masih terus berlangsung hingga hari ini
Alasan utama di angkatnya topik ini semata-mata hanyalah karena melihat masalah konflik antar agama yang terjadi di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Sejumlah tragedi berdarah yang dilatarbelakangi isu agama telah terjadi di Indonesia, sebut saja tragedi Situbondo, Ketapang, Ambon hingga Poso. Konflik yang maksud disini� bukan hanya meliputi aksi saling membunuh antara umat yang berbeda agama saja, melainkan juga meliputi hostilitas dan kecurigaan yang mendalam terhadap pemeluk agama lain.Isu agama, jelas, merupakan isu yang sangat sensitif, mengingat hal ini bersangkutan dengan hubungan manusia dengan Tuhan-nya.
Konsep kerukunan antar umat beragama muncul dengan latar belakang beberapa peristiwa yang menimbulkan konflik antar umat beragama. Berbagai peristiwa konflik muncul pada tahun 1960-an, seperti pendirian gereja oleh umat Kristen di perkampungan miskin di Meulaboh, Aceh Barat.
Masyarakat Indonesia terdiri dari beragam kelompok agama, etnik dan tradisi. Pluralisme bangsa kita ini dapat dipandang sebagai berkah karena meskipun berpotensi menjadi sumber konflik dan perpecahan, juga berpotensi sebagai sumber kekuatan. Potensi sumber kekuatan bisa terwujud jika kemajemukan dapat dikelola dan dikembangkan guna melestarikan persatuan dan percepatan pencapaian kesejahteraan bangsa.
Ini merupakan kondisi sosial yang memungkinkan semua golongan agama bisa hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak azasi masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Konsep hidup beragama yang digunakan pemerintah mencakup tiga kerukunan, yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.
Sumber:

http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/01/konflik-suku-dayak-dan-madura.html




ILMU BUDAYA DASAR







 Secara sederhana IBD adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah IBD dikembangkan petama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang astinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari th humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya dasar termasuk kelompok pengetahuan budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :

1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100 5 benar dan 1005 salah

2. Ilmu-ilmu sosial ( social scince ) . ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100 5 benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia initidak dapat berubah dari saat ke saat.

3. Pengetahuan budaya ( the humanities ) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataankenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Ilmu budaya daar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Ingngris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahas inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.

MANUSIA DAN KEADILAN







Pengertian Keadilan, Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.

Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

PENGERTIAN KEADILAN
Keadilan memberikan kebenaran, ketegasan dan suatu jalan tengah dari berbagai persoalan juga tidak memihak kepada siapapun. Dan bagi yang berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
Contoh Keadilan:
Seorang koruptor yang memakan uang rakyat. Koruptor di tangkap dan dimasukan kepenjara selama 2 tahun tanpa ada goresan luka sedikit pun pada wajahnya. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dan jaksa di indonesia tidak adil pada rakyat kecil yang dikarenakan mencuri dompet mendapatkan masa kurungan lebih dari sang koruptor, padahal koruptor lah yang mencuri uang rakyat lebih banyak dari pada pencopet itu. Bahkan koruptor bisa mendapatkan fasilitas yang istimewa bahkan seperti apartemen didalam penjara.

KEADILAN SOSIAL
Seperti pancasila yang bermaksud keadilan sosial adalah langkah yang menetukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Setiap manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan kebijakannya masing-masing.
5 Wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap:
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
  1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
  4. Sikap suka bekerja keras.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan yaitu :
  1.  Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
  2.  Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
  3.  Pemerataan pembagian pendapatan.
  4.  Pemerataan kesempatan kerja.
  5.  Pemerataan kesempatan berusaha.
  6.  Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
  7.  Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
  8.  Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
BERBAGAI MACAM KEADILAN

a) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
b) Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
c) Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena Dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga Dr.Sukartono.
KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Tuhan. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Tuhan telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Dan pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.

KECURANGAN

Kecurangan atau curang identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha. Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Sebab-Sebab Seseorang Melakukan Kecurangan
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat aspek yaitu:
  1. Aspek ekonomi
  2. Aspek kebudayaan
  3. Aspek peradaban
  4. Aspek tenik
Apabila ke empat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk Pujowiyatno dalam bukunya “filsafat sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku, karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan ukuran penilaian mengenai halyang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu buruk.
PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.

PEMBALASAN

Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.